Text
De zeven provincien: ketika kelasi Indonesia berontak 1933
Pada tahun 1930-an dunia mengalami apa yang disebut zaman malaise, krisis ekonomi. AKan tetapi ketika itu pula pergerakan politik kebangsaan yang radikal menaikkan aktivitasnya. Ketika itu pulalah de Jonge, Gubernur Jenderal, yang konservatif, bukan saja mengadakan penghematan anggaran belanja Hindia Belanda, tetapi juga-dan lebih penting-melakukan pengekangan pergerakan kebangsaan. Di zaman malaise ini beberapa pemimpin pergerakan yang terkemuka seperti Sukarno, Hatta, dan kawan-kawan ditangkap-tanpa pengadilan, diasingkan. Dalam suasana ketegangan sosial, politik dan ekonomi inilah pula peristiwa yang tidak terduga terjadi-kelasi-kelasi Indonesia di kapal De Zeven Provincien melakukan "pemberontakan", sambil menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya. Pelaksanaan "politik pengurangan gaji" oleh kolonialisme telah memancing keresahan nasional yang selama ini hanya disimpan dalam hati. Ketika anak-kapal Eropa mengalami pengurangan gaji lebih kecil dibandingkan pengurangan gaji klasi pribumi maka diskrepansi kolonial pun tampak sebagai ketidakadilan yang menghina. Keresahan ekonomi dan ketimpangan sosial telah mempersatukan para kelasi Indonesia, yang terdiri atas beberapa suku bangsa dan penganut agama yang berbeda-beda dalam suatu tindakan yang sama. Pemberontakan di kapal De Zeven Provincien adalah cetusan nasionalisme Indonesia yang keras di saat kekuasaan kolonial masih kuat bercokol.
No copy data
No other version available